Siang itu terasa panas sekali, sinar matahari menerobos masuk lewat sela-sela gorden jendela kelas ku. Aku menatap bosan ke arah papan tulis, berusaha mencerna rumus- rumus integral yang ditulis oleh kak Bayu, guru matematika ku di bimbingan belajar ini. Arrgghh!!!! aku paling nyerah masalah matematika! Dari jaman dulu, pelajaran ini adalah suatu momok buat ku, entah kenapa. Sebuah ketukan sukses membuatku mengalihkan perhatian dari papan tulis ke arah pintu kelas, tib-tiba kulihat sesosok cowok kurus dan tinggi muncul dari balik pintu, nafasku tertahan seketika.
“ Permisi…” katanya sambil tersenyum. Ka Bayu mempersilahkan dia masuk, lalu memperkenalkannya pada anak-anak se kelas.
“ Yaaak… adik–adik, karena sabtu minggu depan kakak berhalangan hadir, jadi yang akan mengajar matematika besok, adalah kakak ini, namanya kak Hendra,” kata Kak Bayu sambil mengerling kearah kak Hendra.
“ Namanya Hendra, Ra!” bisik Tyas tiba-tiba, aku hampir terlonjak kaget, “ Lu jangan ngagetin napa sih Yas?!” bisikku lebih kencang lagi. Tyas hanya tersenyum senyum penuh arti. Hendra, yah memang sejak aku ikut bimbingan belajar ini, jujur aku sering memperhatikan cowok putih berkacamata ini. Wajahnya yang selalu dihiasi senyuman, namun matanya tidak berbinar hidup, seakan ia menanggung suatu beban.. beban yang tidak pernah ia ceritakan pada siapapun. Hal ini yang membuatku tanpa sadar sering memperhatikan nya. Aku ingat Tyas pernah mengejek ku karena aku naksir sama cowok berumur 26 tahun ini. Iya, aku tahu, pasti aneh dilihat jika gadis kelas 3 SMA seperti ku suka pada seseorang yang beda 9 tahun dari ku.Tapi, aku juga belum yakin apakah ini perasaan suka atau hanya kagum semata. Yang jelas, aku penasaran dengan cowok yang sekarang berdiri di depan kelasku, paling tidak sekarang aku sudah tahu namanya, Hendra… aku akan menyimpan nama itu baik-baik dalam memori otakku.
“ Triing” Satu sms masuk ke inbox hp ku, nomor yang gak ku kenal, dengan ogah-ogahan ku baca sms itu
Maaf, ini no nya Yara? Kayaknya berkas –berkas mu ketinggalan di kelas bimbel hari ini, mau diambil atau bagaimana? –Hendra-
“Hah?!! Hendra??!! Mati gue!! Kok… kok… dia tahu nomer gue sih? Berkas? Astaga!!! Draft buku tahunan!! Yaraa!! Lu goblok banget sih barang sepenting itu ditinggal disana!!” rutukku dalam hati. Buru-buru kubalas sms itu,
Oh.. iya kak, besok sore saya ambil, maaf merepotkan, makasih.
“Tring” sms balasan langsung kuterima.
Ok, simpen no ku ya, biar besok bisa langsung ketemuan. =)
“ Tanpa perlu disuruh juga pasti gue simpen!! Ahhh Yara loe beruntung banget hari ini!!” kataku pelan sambil mengambil selimut kesayangan ku dan berusaha untuk tidur nyenyak, menunggu esok sore datang.
Keesokan hari nya aku buru-buru ke café yang terletak di bagian belakang bimbel ku, biasanya guru-guru bimbel sering nongkrong disitu. Yah, memang rata-rata pengajar di bimbel ini masih muda-muda, sekitar 20 sampai 35 tahun, makanya jangan heran kalau disaat jam istirahat, mereka sering nongkrong di café belakang bimbel, sambil makan cheese cake, atau hanya ber wi-fi ria. Tapi hari itu kosong, hanya ada kak Hendra duduk sambil menatap ke arah pepohonan rindang di pinggir café tersebut, tatapan sedih itu lagi…
“ Kak??” tanyaku pelan, takut mengganggu keasyikannya menatap pohon-pohon tersebut. Ia mengalihkan pandangannya, dan mata itu, mata yang membuatku penasaran selama setengah tahun yang lalu, menatap langsung ke mataku, kurasakan pipiku mulai bersemu merah…. “Jangan.. jangan.. Ra… lu akan keliatan goblok kalo blushing sekarang!!” teriakku keras dalam hati
“ Yara? Ayo duduk dulu..” katanya sambil tersenyum. Aku mengambil tempat di depannya, kemudian dengan canggung memulai pembicaraan. “Em.. makasih kak udah nyimpenin draft ku..” kataku sambil menunduk, aku tidak bisa menatap mata itu, jantungku rasanya ingin meloncat dari rongga nya.
“ Oh.. iya… sama-sama,” katanya sambil menyerahkan satu map berisikan draft-draft tersebut kepadaku.
“ Yara, maaf ya , kemaren kakak sempet lihat draft buku tahunan itu, dan nemuin halaman biodata mu, makanya aku bisa tahu nomer hape mu,” katanya sambil nyengir
“ Hoo pantes,iya kak, gak masalah kok!”
“ Umm… ada satu yang nge ganjel pikiranku, Ra..”
“ Apa kak?”
“ Di kolom, “10 things I hate”, nomer satu nya , pelajaran matematika ya?” katanya sambil menahan tawa
Aku diam, abis lah aku bakal diketawain ama cowok ganteng ini!!! Haduuuh, kenapa harus itu sih yang dilihat sama dia?!!
“ Yah emang sih, gak semua orang suka sama matematika”
“ Iya kak, saya lebih suka biologi, makanya saya ingin masuk kedokteran saja, biar gak ketemu matematika lagi!” kataku polos
“ Hahahahahaha…. Tapi masuk ke sana kan juga harus pinter matematika, Ra…”
Iya juga sih.. tes masuk perguruan tinggi negeri kan salah satu mata pelajaran yang diujikan pasti matematika… haduh!! Kenapa sih semua harus berhubungan sama pelajaran itu?!
“Ya udah, kalo kamu ada kesulitan, jangan malu buat nanya sama aku ya, siapa tahu aku bisa bantu.” Katanya sambil tersenyum cerah. Aku mengangguk antusias menanggapi tawaran tersebut.
Sejak sore itu, hubungan kami berubah, Kak Hendra sering menjadi tutor pribadi ku selepas jam bimbel, biasanya kami duduk di bangku taman café sambil mengerjakan soal-soal matematika. Dan sejak saat itu matematika menjadi terasa lebih menyenangkan dari biasanya. Lama-lama, intensitas sms dan telepon-teleponan kami meningkat, dan pembicaraan kami tidak hanya masalah pelajaran saja, mulai dari masalah tempat makanan enak, sampai masalah kebijakan kebijakan bimbel yang tidak terlalu ia setujui. Ternyata Kak Hendra sangat menyenangkan untuk diajak ngobrol, dan orangnya sangat konyol, berbeda sekali dari image ku selama ini tentang dia yang cool dan pendiam.
“ Ra, belakangan ini Kak Hendra lengket banget ya ama elu ?” kata Tyas sambil membolak balik catatan matematikanya.
“ Maksud nya?” tanyaku pura-pura gak tahu
“ Iyaaa…. Dia sering nungguin lu kelar les, padahal itu bukan jam nya matematika, terus lu ama dia sering ngobrol kan di café belakang? Anak-anak udah pada curiga tuh, yakin ini gak apa-apa Ra?” Tanya Tyas cemas, haaah.. sahabatku yang satu ini memang sangat peka dalam hal beginian.
Aku hanya tersenyum, “ Tenang, gak akan terjadi apa-apa, sebentar lagi toh semua ini akan berakhir, tinggal sebulan lagi kan ujian masuk perguruan tinggi?”kataku meyakinkannya.
Aku yakin, dalam jangka waktu sebulan ini tidak akan terjadi apa-apa, karena aku tidak pernah tahu apa isi hati kak Hendra, lagipula sudah seminggu ini kak Hendra tidak bisa dihubungi, dan ia pun tidak mengajar. Kemana dia?
Satu setengah bulan kemudian, aku dinyatakan diterima oleh fakultas kedokteran di ujung timur pulau jawa,itu artinya aku harus meninggalkan Jakarta, meninggalkan mama dan papa, meninggalkan rumahku, meninggalkan Kak Hendra. Kak Hendra, sebulan ini aku benar-benar tidak bisa menghubungi dia. Aku pernah berjanji pada nya, jika aku bisa masuk ke fakultas kedokteran, aku akan memberikan dia sekotak wafer beraneka rasa, kesukaan dia. Dan dia menantang ku untuk bisa mengumpulkan semua rasa dari wafer kesukaannya itu.Sulit memang untuk menemukan nya,tapi aku berhasil. Akhirnya kukirimkan wafer tersebut ke rumahnya, namun pembantunya mengatakan ia tidak ada di rumah, jadi kutitipkan hadiah ku itu, dan sepucuk surat, yang mempertanyakan sikapnya yang tidak biasa itu, dan …. dengan nekat ku jelaskan perasaan ku selama ini padanya, bahwa dia lebih dari seorang guru bagiku, lebih dari seorang teman bagiku, bahkan lebih dari seorang kakak bagi ku. Kutunggu terus respon dari nya, tapi ia tidak pernah menelepon atau meng sms ku sama sekali, bahkan sampai hari keberangkatanku ke Surabaya.
“Dasar cowok brengsek!” rutukku setiap kali kuingat dia.
Hari ini, tepat satu tahun aku ada di Surabaya, tiba-tiba mbak kost ku, membawakan paket yang ditujukan kepada ku. Kubuka paket itu dengan rasa penasaran, siapa yang ngirimin aku paket, yang jelas ini bukan dari rumah, kalau dari rumah pasti dikasih tahu sebelumnya.
Sebuah kotak sepatu. Kubuka kotak sepatu itu, isinya sepatu kets putih,mirip… mirip dengan kepunyaan kak Hendra, apa maksudnya ini?
Sebuah surat jatuh dari tutup kotak tersebut,
Dear Yara,
Selamat ya udah bisa masuk ke fakultas kedokteran, aku senang dengar kabar tersebut. Maaf kalo aku gak ngucapin selamat ke kamu secara langsung, sikon tidak memungkinkan *halah, apa coba?*
Ra, inget kan dulu kamu penasaran dimana aku beli sepatu kets putih kesayanganku itu? Dan akhirnya kamu tidak berhasil menemukan nya? Kemaren aku nemuin satu yang miriip banget sama punyaku, dan tinggal satu ukuran, ukuran kamu! Lucky banget ya kamu?! Akhirnya aku beli, abis tiba-tiba aku inget kamu sih … dipake ya Ra, smoga kamu suka…
Oh ya…
Aku minta maaf, kalo akhir-akhir ini aku ngejauh dari kamu, aku gak mau bikin kamu keganggu konsentrasi nya gara-gara aku. Aku harus operasi katup jantung Ra, dari bayi emang jantungku bermasalah, dan aku gak mau kasih tahu kamu, karena aku tahu kamu pasti kuatir banget, kamu kan orangnya gampang panic, hehehehe… inget kan waktu itu gara-gara nyariin dompet mu ,yang ternyata ada di mobil itu, kamu bikin orang-orang satu bimbel ikutan panik semua, sampe-sampe kamu nubruk tong sampah café? Makanya aku gak sms dan nelepon kamu, karena aku tahu, aku pasti gak akan bisa bohong sama kamu…. Doain aja ya operasi nya berjalan lancar.
Ra…Kamu harusnya udah ngerti lah, kalau aku juga sayang sama kamu,hal kayak gini udah gak perlu dipertanyakan lagi, karena kamu yang bikin aku berani untuk ngejalanin operasi ini. Kalau aku sudah kuat nanti, aku bakal ke sana, ngunjungin kamu… jadi kamu tunggu saja ya kedatangan cowok yang super keren ini… hahahahaha
Love u, Ra
Hendra
“Ya ampunnn!! Ka Hendra!!!” Pekik ku kegirangan, aku senyum-senyum sendiri menatap sepatu kets itu.
Lagu Coldplay tiba-tiba mengalun dari hp ku, ID call nya tertulis Tyas, tunggu saja sampe Tyas denger ini! Dia pasti gak akan percaya!!
“ Halo Yas?!!” Sapaku dengan ceria
“ Ra….. Kak Hendra meninggal tadi pagi, operasinya gagal…"
Tubuhku beku seketika.
3 comments:
sumpah....keren ceritanya
ahahahahah makasih kak :)
Post a Comment