Saturday, July 16, 2011

Lesson to Listen

Manusia, adalah makhluk yang sangat menarik. Setiap kejadian dalam kehidupannya sebenarnya adalah kisah yang sama yang terjadi dalam kehidupan orang di sebelahnya, hanya saja pemainnya yang berbeda.




sekolah di kedokteran gigi buat saya ternyata berdampak ganda. Selain mampu untuk terampil membenarkan gigi orang, saya jadi cukup terlatih untuk membaca dan mendengarkan orang. Selama 2 setengah tahun saya menjadi koas di kampus, ada banyak tipikal orang yang menjadi pasien saya. Tidak ada yang jelek (puji Tuhan) dari semua pasien saya. Dari mereka saya belajar bagaimana menangani berbagai macam orang, walau sampai saat ini saya belum ahli. Dari mereka pula saya belajar untuk mendengar.

Buat saya, yang lahir dengan bawaan "mulut yang ga bisa diam" dan seringkali memotong pembicaraan orang lain saking antusiasnya dalam pembicaraan itu, mendengar adalah hal yang sulit. Baru saja saya menangkap satu kalimat, saya dengan cepat meresponnya dengan berbagai kalimat yang pada akhirnya menjadi suatu cerita pendek (saking kebanyakan ngomong).

Bukan sesuatu yang dicari oleh pasien anda jika punya dokter yang tidak bisa mendengar keluhan dan keinginan mereka.

Dari pasien-pasien saya ini lah, saya belajar "mengalah" pada kuping saya dan membungkam mulut saya rapat-rapat (meski kuncinya sering ambrol)

Ada beberapa kisah yang sampai detik ini membuat saya tidak mau berhenti untuk belajar mendengar.

Guru saya yang pertama adalah seorang pegawai kantoran yang menjadi pasien konservasi saya (tambal gigi).

Dari dia saya belajar mendengar menggunakan hati.

Perawakannya biasa saja, kulitnya kecoklatan menandakan dia adalah orang yang bekerja di lapangan (atau emang dari sananya udah begitu?? LOL)> sifatnya agak selengekan namun supel. Setelah selesai menjadi pasien, kami masih sering kontak dan dari situ hubungan kami menjadi sesuatu yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.

Dia bukan tipikel orang yang dengan gampang menyuarakan pikirannya, yang dengan gampang membuka dirinya pada orang lain, termasuk dengan orang terdekatnya.Setahun saya mengenalnya, saya masih merasa asing... karena saya tidak benar-benar mendengar setiap perkataannya. Setiap kali kami ngobrol dan bertukar pikiran, dia lebih sering diam dan mendengar ceriwisan saya dibanding saya mendengar dia. Setiap kali kami bertemu, dia menjadi lebih mengenal sifat, kebiasaan dan kesukaan saya dibanding saya mengenal nya. Beberapa kali saya dan dia terlibat konflik yang cukup menguras emosi, hanya karena saya kurang bisa mendengar dengan hati saya.

Wajah dan mata manusia seringkali lebih berucap banyak dibanding mulut mereka. Namun itulah yang luput dari saya, dan baru saya sadari kini ketika kami sudah berjauhan. saya tidak benar-benar mengenal dia seperti dia mengenal saya selama ini, karena saya tidak mau mendengar.... mendengar menggunakan hati.



Guru saya ke dua,pasien gigi palsu saya

dari beliau saya belajar bahwa yang dibutuhkan seseorang kadang hanya telinga yang mau mendengar tanpa komentar apapun



Beliau adalah seorang nenek dari belasan cucu dan single mother dari 11 anak. (cukup bu untuk bikin kesebelasan sendiri :D), dulu suaminya adalah seorang pengrajin kayu yang cukup berada, namun sekarang semuanya sudah berubah. Ketika kami mengobrol, beliau bercerita tentang anak-anaknya. Dan kisahnya sangat mengharukan. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, beliau mengepel bekas "jackpot" anak nya yang teler di warung, jam 2 pagi!! Beliau sendiri yang mengepel dan membawa anaknya yang teler itu pulang. Dalam do'anya beliau masih sering berdo'a buat anak-anaknya, terutama anaknya yang satu itu. Kadang, jika beliau sudah gak sanggup, beliau hanya bisa berkata dalam hati "kenapa bapak (suaminya) yg harus pergi duluan, kenapa bukan saya saja"

dari kemarin2x, beliau sering bercerita mendadak tentang anak2xnya, dan saya pikir beliau hanya ingin bercerita untuk mencairkan suasana saja. Oleh karena itu saya sering menimpali perkataan nya. Ketika beliau bercerita tentang hal yang diatas, saya hanya terdiam dan menatap beliau, seluruh fokus saya hanya pada beliau, bukan bb saya, bukan gigi palsu yang sedang dipulas. Detik itu, ibu ini menangis.... dan detik itu saya sadar, kalau dari kemarin percakapan ini bukan hanya sekedar untuk mencairkan suasana. Beliau butuh seseorang untuk mendengarkan keluhannya, tanpa komen tanpa saran, tanpa kata-kata apapun. Yang beliau butuhkan hanya seseorang yang mau mendengar dengan tulus dan ... yah benar2x mendengar! itu saja...

Ketika air mata itu tumpah, refleks saya hanya memeluk ibu itu, ibu yang baru saya kenal selama 4 bulan ini, ibu yang saya tahu hanya dari cerita-ceritanya tentang dirinya sendiri. Namun momen itu, saya seakan mengenal dia bertahun-tahun, saya seakan melihat refleksi diri orang-orang yg didekat saya yang "menderita" karena tidak pernah didengar dengan tulus.


Belajar mendengar buat saya itu susah.....
Tapi bukan berarti saya tidak bisa


Bagaimana dengan anda? Apa anda sudah belajar untuk mendengar? paling tidak mendengar kata hati anda sendiri hari ini ?

2 comments:

Unknown said...

postingan yang bagus nay... (y)

kita memang harus belajar untuk menjadi pendengar yang baik untuk orang-orang yang membutuhkan untuk didengar suara hatinya. Hanya dengan bermodalkan dua telinga dan telinga hati, kita sudah bisa belajar banyak hal tentang kehidupan. dan kadang hanya dari mendengar kita bisa membantu mengurangi beban seseorang. saya percaya itu :)

btw aku tahu siapa pegawai kantoran yg kamu maksud di postinganmu ini hihihihi... :p

Nay said...

hihihihi makasih gistaaaa :*

ah.... jadi malu ketauan ya hahahaha